Jakarta - Media oh media, betapa tenarnya dirimu di tahun-tahun menjelang pemilu ini. Bila Iwan Fals dalam "Galang Rambu Anarkhi" yang lahir awal januari menjelang pemilu harga susu dan bahan-bahan pokok naik, kini bahkan lebih dari itu. Pemilu juga menyabet ruang-ruang publik yang dipenuhi dengan foto-foto orang-orang yang tidak pernah kita kenal. Foto-foto besar, yang hanya ditopang oleh 4 bilah bambu yang diikat dan dipajang di sudut-sudut pandang kota, dan terlihat mengotori jarak pandang orang yang lewat, dan rawan rubuh dalam situasi cuaca yang sering mendatangkan angin kencang. juga bendera-bendera dan pamflet-pamflet yang ditempel dan diikat di sembarang tempat.
Ada apa dengan sekeliling kita? Apa pesan dari baliho, poster-poster dan bendera itu yang bisa kita tangkap? kita tidak menangkap pesan apa-apa kecuali kota yang kotor. lalu mengapa tidak ada peraturan tata kota yang mengatur? Dimana mereka? Bila pedagang kaki lima diduduki satpol PP setiap malam, dengan alasan mengotori kota, mengapa foto-foto itu tidak?
Indonesia, semakin marak saja diisi media tanpa manfaat. Media yang terbuang cuma-cuma dan menjejali mata pandang manusianya. veven sp wardhana bilang, telah terjadi nirideologi di media kita. Pesan-pesan yang membuang-buang gambar dan kata. Dan sinetron-sinetron yang dengan tata cahaya menyengat pupil mata kita, dan tokoh-tokoh yang super jahat dan super baik, kaya raya, cantik ganteng, atau paling miskin dan buruk rupa. Alim dan penjahat seperti orang bercerita tentang surga dan neraka.
lalu dimana kehidupan nyata kita? Tidak adakah lagi kehidupan nyata yang bisa dilirik oleh media? Dan menjadi inspirasi mereka untuk melakukan sebuah perubahan yang lebih baik?
Saya terdiam di sudut kota di jakarta, mencari tempat yang tidak terlalu terang, dan di situ saya bisa menyaksikan orang-orang yang bermimpi dan bertindak tidak masuk akal pada kehidupan yang masuk akal. Sambil berpikir membuat ancang-ancang bersama kawan-kawan untuk berbuat sesuatu di Indonesian Media Watch dan dengannya saya akan ikut melakukan perubahan. (MAR)
Ada apa dengan sekeliling kita? Apa pesan dari baliho, poster-poster dan bendera itu yang bisa kita tangkap? kita tidak menangkap pesan apa-apa kecuali kota yang kotor. lalu mengapa tidak ada peraturan tata kota yang mengatur? Dimana mereka? Bila pedagang kaki lima diduduki satpol PP setiap malam, dengan alasan mengotori kota, mengapa foto-foto itu tidak?
Indonesia, semakin marak saja diisi media tanpa manfaat. Media yang terbuang cuma-cuma dan menjejali mata pandang manusianya. veven sp wardhana bilang, telah terjadi nirideologi di media kita. Pesan-pesan yang membuang-buang gambar dan kata. Dan sinetron-sinetron yang dengan tata cahaya menyengat pupil mata kita, dan tokoh-tokoh yang super jahat dan super baik, kaya raya, cantik ganteng, atau paling miskin dan buruk rupa. Alim dan penjahat seperti orang bercerita tentang surga dan neraka.
lalu dimana kehidupan nyata kita? Tidak adakah lagi kehidupan nyata yang bisa dilirik oleh media? Dan menjadi inspirasi mereka untuk melakukan sebuah perubahan yang lebih baik?
Saya terdiam di sudut kota di jakarta, mencari tempat yang tidak terlalu terang, dan di situ saya bisa menyaksikan orang-orang yang bermimpi dan bertindak tidak masuk akal pada kehidupan yang masuk akal. Sambil berpikir membuat ancang-ancang bersama kawan-kawan untuk berbuat sesuatu di Indonesian Media Watch dan dengannya saya akan ikut melakukan perubahan. (MAR)
0 komentar:
Posting Komentar